Senin, 08 Mei 2017

Pembuatan pupuk bkoashi yang baik dan benar



Assalamualaikum. Wr. Wb.
Halo sobat pembaca, bagaimana kabarmu ? Semoga sehat selalu yah.
Disini saya ingin membagikan sedikit tips bagi sobat-sobat semuanya tentang cara membuat pupuk bokasi dengan baik dan benar.
Jadi cara ini sangatlah efektif dan efisien. karena apa ? Karena di setiap pembuatan tidak perlu membutuhkan bahan-bahannya yang terlalu Sulit, serta tidak membutuhkan waktu yang lama.
Sebelum masuk pada proses pembuatan. Sobat harus ketahui dulu sejarah singkat lahir nya bokasi terlebih dahulu.
Apa itu bokasi ?
Jadi pupuk bokashi pertama kalinya diperkenalkan di Jepang. Bokashi dipopulerkan pertamakali di Jepang sebagai pupuk organik yang bisa dibuat dengan cepat dan efektif. Terminologi bokashi diambil dari istilah bahasa Jepang yang artinya perubahan secara bertahap.
Tidak terlalu sulit untuk membuta pupuk bokasi karena bokashi relatif lebih cepat dari pengomposan konvensional. Hanya membutuhkan waktu 1-15 hari saja sejak dibuat. Jadi pembuatan pupuk ini bisa anda kerjakan di rumah maupun lahan pertanian yang lebih luas, pupuk ini sangat berguna sekali untuk kesuburan tanah dan memberikan unsurhara bagi tanaman. apalagi buat sobat-sobat yang sedang berusaha dalam bidang budidaya tanaman hortikultura.
Jika sobat memberikan pupuk bokasi kepada tanah maka kesuburan di dalam tanah akan semakin meningkat (baik).  Secara fisik yang terlihat memanglah tidak langsung terlihat, namun jika pemberian secara terus menerus kepada tanah maka tanah akan terlihat subur dan gembur.
Bagaimana membuatnya ?
pertama-tama sobat harus siapkan terlebih dahulu bahan-bahannya.
Untuk bahan-bahannya bisa di manfaatkan setiap limbah pertanian apa saja boleh. Semisalnya sisa-sisa sayuran, buah-buahan, limbah dapur (kecuali an-organik).
Tapi jangan lupa sobat juga harus mempersiapkan EM4 agar bkoashi cepat di fermentasi oleh mikroorganisme yang terkandung didalam EM4.
Jika bahannya sudah dipersiapkan, maka siapkan lagi alat-alat yang akan di gunakan saat pembuatan. Alat yang di gunakan, diantaranya :
Terpal ( digunakan sebagai alas pupuk)
Sekop ( untuk proses pencampuran).
Ember
Sprayer atau bisa dengan gembor (menyiram larutan EM4 bisa merata).
Untuk bahan-bahannya sebagai berikut :
50 kg arang sekam
Humus (topsoil atau tanah subur lapisan paling atas)
Satu liter larutan EM4 (bisa di dapatkan di toko-toko tani terdekat sobat)
50 kg serbuk gergaji atau dedak
200 kg jerami atau sisa-sisa hijauan ( limbah sayur)
600 kg kotoran sapi yang kering
1 kg gula pasir
Sobat bisa menambahjan atau mengurangi sedikit  bahan diatas. Sebelum anda membuatnya, tentukan terlebihdahulu tempat yang paling cocok untuk fermentasi, usahakan tempat yang teduh tidak terkena cahaya matahari langsung apalagi terkena air hujan (Jika berada di lahan bebas maka buatlah naungan).
Siapkan lubang berbentuk persegi panjang diatas tanah untuk bahan-bahan diatas, ukuran lebar 1 meter, panjang 2 meter dan dalam 30-50 cm jadi perkirakan yang bisa muat untuk bahan yang akan anda buat pupuk
Untuk jerami atau sisa-sisa hijauan  di cacah sampai kecil-kecil. Kotoran sapi juga harus di cacah sampai halus.
Setelah itu masukan bahan2 yang sudah disiapkan tadi secara bertahap-tahap.
Masukkan jerami atau sisa-sisa hijauan yang sudah dihaluskan kurang lebih 15 cm.
Taburkan serbuk gergaji atau dedak secukupnya (usahakan agar merata)
Kotoran ternak kurang lebih 20 cm.
Siram larutan EM4 dengan secukupnya (jangan terlalu basa, jika diremas-remas dengan tangan hanya 1 atau 2 tetes air yang jatuh).
Untuk larutan EM4 di campur kan dengan 1 liter air dengan ukuran 5-6 sendok makan.
Dicampurkan lagi dengan 5-6 sendok makan gula pasir.
Gunakan gembor atau sprayer untuk menyiram bahan pupuk yang sudah dicampur kan ( usahakan agar merata).
Langkah di atas di lakukan terus pada satu lubang yang sama sampai bahan2 tadi habis atau secukupnya.
Setelah itu ditutup rapat dengan menggunakan terpal atau plastik secara rapat. Dan proses penyimpanan berkisar 1 - 15 hari. Dalam proses penyimpanan usahakan dalam jangka waktu 4-5 hari dilakukannya pengecekan suhu. Jika suhu di atas 45ÂșC maka tinggal di bolak balik lagi kemudian ditutup kembali.
Ingat yah sobat-sobat sekalian. Proses pengadukan harus dilakukan secara rutin dengan waktu 4-5 hari. Nah, setelah sampai pada 15 hari pupuk sudah jadi dan sudah bisa di aplikasikan ke tanaman.
Tanda pupuk yang sudah jadi :
Tidak berbau busuk ( jika berbau segar atau seperti bau tanah yang subur).
Warnanya hitam kecoklatan.

Mungkin sampai disini dulu yah sobat tani.
Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, jika ada kesalahan dalam penulisan atau ada pertanyaan silahkan berikan komentarnya di kolam komentar yang telah di sediakan.

Masih banyak lagi informasi-informasi penting lainnya berkunjung tentang pertanian lainnya silahkan berkunjung terus di blog https://aditaninfo.blogspot.co.id atau sobat mahasiswa yang sempat membaca postingan ini silahkan kunjungi lagi adikumpulanilmu.blogspot.com.

Ok terimakasih, salam sangsolid. Wasalam mualaikum

sistem pertanian terpadu





BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

        Indonesia  belum bisa terlepas dari dukungan teknologi dengan penggunaan bahan kimia baik untuk pupuk dan pestisida. Bahkan sampai saat ini para petani dalam usaha taninya masih sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia (An – Organik). Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian pupuk dan pesetisida kimia pada tanaman akan berakibat sangat buruk terhadap lingkungan hidup, terutama kepada tanah yang mulai mengalami kelelahan dan tak subur lagi, hama tanaman semakin semarak dan beraneka ragam karena musuh alami yang ada ikut terbunuh oleh bahan kimia melalui pupuk dan pestisida itu sendiri serta kualitas produk semakin tidak sesuai dengan harapan konsumen karena kandungan residu zat kimia semakin tinggi.
     Dalam rangka menghadapi persaingan pasar yang semakin terbuka secara Nasional dan Internasional di era globalisasi ini, dimana konsumen mengharapkan adanya produk pertanian yang kandungan residu bahan kimianya rendah bahkan nol, maka petani dituntut untuk merubah pola pertaniannya. Pola pertanian yang dapat diterapkan adalah Pertanian Berkelanjutan dengan sistem pertanian Organik. Lahan pertanian saat ini secara umum sudah pada tingkat yang sangat serius, sehingga upaya pemulihan tingkat kesuburan tanah dengan pemakaian bahan organik adalah mutlak harus dilaksanakan secara serentak dalam bentuk Gerakan Massal.
           Trend pertanian organik di Indonesia, mulai dikenalkan oleh beberapa petani yang sudah mampu dan memahami keunggulan sistim pertanian organik tersebut. Beberapa ekspatriat yang sudah lama hidup di Indonesia, memilki lahan yang luas dan ikut membantu mengembangkan aliran petani organik tersebut ke penduduk sekitarnya,  pertanian organik di Indonesia baru dimulai sejak 4-5 tahun yang lalu, jauh tertinggal dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Namun petani di Indonesia Juga semakin termotivasi juga untuk mengembangkan system pertanian terpadu yang di dalamnya menerapkan sistem pertanian organik.
      Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. pertanian melibatkan makhluk hidup dalam suatu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada peningkatan bahan organik dalam tanah, penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang menggunakan pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanaan.
    Keberadaan sektor- sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiliki beragam sumber penghasilan. Sistem pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan juga menanam sayuran dan juga memanfaatkan di sekililing atau batas batas sawah untuk tanaman kehutanan. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah system integrasi antara jagung, tambak (kolam ikan), lamtoro dan ternak kambing ?
2.      Bagaimanakah Keunggulan Dan Kekurangan System Integrasi jagung, tambak ikan, lamtoro Dan Ternak kambing ?

1.3 Tujuan
 Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui sistem  integrasi antara jagng, tambak ikan, lamtoro dan ternak kambing serta mengetahui keunggulan dan kekurangan system integrasi dari pertanian, perikanan, kehutanan dan juga peternakan



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

     Pertanian organik (Organic Farming) adalah suatu sistem pertanian yang mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan bahan-bahan organik atau alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan pestisida kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan ( IASA, 1990).
Sistem pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia anorganik (kecuali yang diizinkan) tetapi hanya menggunakan bahan alami berupa bahan atau pupuk organik. Sistem pertanian yang menggunakan bahan organic sebagai salah satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk buatan (kimia anorganik), disertai dengan aplikasi herbisida dan pestisida secara selektif dan rasional dinamakan Sistem Pertanian Organik Rasional (Fagi dan Las, 2007).
     Zero waste adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal seperti pemanfaatan jerami sebagai pakan ternak dan kotoran ternak sapi untuk diproses menjadi pupuk organik. Artinya memperbaiki unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga tidak ada limbah yang terbuang (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2002).
    Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tamanannya, kemudian memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (Ismail dan Djajanegara, 2004).
Reijntjes (1999) mengatakan, hewan atau ternak bisa beragam fungsi dalam sistem usaha tani lahan sempit, hewan memberikan berbagai produk, seperti daging, susu, telur, wol, dan kulit.
  Krisnamurthi (2006) mengatakan bahwa pertanian abad ke 21 bagi negara--negara yang sedang berkembang harus mampu menciptakan sistem pertanian yang memiliki produktivitas tinggi tetapi dengan low cost input. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan wilayah akan meningkat investasi dibidang usaha pertanian yang serasi dengan keadaan sosial ekonomi daerah, kesesuaian lahan dan potensi pasar.




BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sistem Integrasi jagung, tambak ikan, lamtoro Dan Ternak kambing
Pola integrasi antara tanaman, ikan dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan pertanian, perikanan kehutanan dan peternakan. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian , sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak , selain itu juga limbah kehutanan juga bisa di gunakan untuk pupuk dan  kebutuhan sehari-hari petani berupa kayu bakar dll dan sumber perikanan adalah untuk pemanfaatan lahan yang kosong sebagai tambak ikan. Integrasi hewan ternak, perikanan, kehutanan dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.
Sistem produksi ternak herbivora yang dikombinasikan dengan lahan-lahan pertanian dapat disesuaikan dengan keadaan tanaman pangan. Ternak tidak berkompetisi pada lahan yang sama. Ternak dapat digembalakan dipinggir atau pada lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh di sekitar tempat tersebut. Sebaliknya ternak dapat mengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah melalui urin dan fecesnya, sedangkan tambak ikan bisa di manfaatkan lahan yang kosong yang berada di tengah atau sekitar lahan atau bisa di manfaatkan dalam irigasi lahan tersebut. Sedangkan lamtoro atau tanaman kehutanan bisa di jadikan sebagai tanaman pembatas, selain itu juga bisa di gunakan sebagai  pakan ternak karena mengandung sumber protein yang baik, dan dapat di manfaatkan untuk pupuk hijau atau kompos.
Zero waste adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal seperti pemanfaatan jerami sebagai pakan ternak dan pakan ikan, kotoran ternak sapi untuk diproses menjadi pupuk organik. Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tamanannya, kemudian memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak. Pada model integrasi tanaman ternak, petani mengatasi permasalahan ketersediaan pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi, jerami jagung, limbah kacang-kacangan, dan limbah pertanian lainnya. Kelebihan dari adanya pemanfaatan limbah adalah disamping mampu meningkatkan ketahanan pakan khususnya pada musim kering juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala pemeliharaan ternak.
Pemanfaatan kotoran kambing atau ternak sebagai pupuk organik disamping mampu menghemat penggunaan pupuk anorganik, juga sekaligus mampu memperbaiki struktur dan ketersediaan unsur hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya produktivitas lahan.
Konsep integrasi ternak dalam usaha tani tanaman, baik itu tanaman perkebunan, pangan, atau hortikultura adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak, tanpa mengurangi aktifitas dan produktifitas tanaman. Pengembangan sistem usaha tani terpadu ditujukan untuk upaya peningkatan pendapatan petani melalui peningkatan produksi jagung yang dipadukan dengan usaha ternak kambing atau ternak yang lainnya. Dengan adanya jerami jagung disetiap musim panen yang dapat digunakan sebagai pakan ternak karena terdapat dalam jumlah yang banyak, murah dan mudah diperoleh. Sebaliknya, kambing dapat dimanfakatkan kotorannya sebagai pupuk organik untuk tanaman jagung dan tanaman lainnya. Hubungan timbal balik antara tanaman dan ternak terutama dalam memanfaatkan limbah, akan menekan biaya produksi dan mengoptimalkan pendapatan peternak/petani.

3.2 Keunggulan Dan Kekurangan System Integrasi jagung, tmbak ikan, lamtoro Dan Ternak kambing
Beberapa keunggulan konsep sistem integrasi tanaman jagung, tambak ikan, lamtoro (tanaman kehutanan) dan ternak kambing ini yaitu dapat meningkatkan produktifitas usaha tani tanaman pangan melalui pemanfaatan ternak. Selain itu, juga meningkatkan pemanfaatan sisa hasil pertanian tanaman perkebunan, tanaman pangan atau hortikultura dan juga kehutanan untuk pakan ternak. Memanfaatkan tenaga ternak dan pupuk kandang dalam usaha tani tanaman. Kesuburan tanah dalam suatu areal dapat dikembalikan melalui pemanfaatan pupuk kandang. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis keluarga petani dalam pengelolaan secara optimum ternak yang diintegrasikan dalam usaha tani tanaman. Meningkatkan pendapatan keluarga petani pelaksana program integrasi ternak dalam usaha tani tanaman. Masa perkembangbiakan kambing adtau ternak lainya yang terbilang cepat juga menjadi kelebihan sistem ini sehingga dapat membantu kesejahteraan keluarga petani.
Dalam pengembangan sistem integrasi ternak dan jagung ini juga memliki kekurangan seperti dalam hal penyediaan pakan untuk kambing atau ternak lainnya tergolong banyak untuk setiap harinya. Dibandingkan dengan hasil jerami yang dihasilkan tiap musim panen, tentunya tidak dapat menyediakan kebutuhan pakan ternak selama masa pertumbuhan tanaman. Sehingga, perlu tambahan pakan yang bersumber dari tanaman lain seperti rumput ataupun limbah panen tanaman lainnya. Selain itu, pengetahuan petani mengenai pengembangan kambing masih sedikit sehingga tak jarang dalam pemeliharaannya terkadang ada yang mati terserang penyakit atau kekurangan makanan yang tentunya merugikan petani itu sendiri. Mahalnya harga kambing atau ternak lainnya untuk dikembangkan juga menjadi kendala tersendiri bagi petani untuk mengembangkan sistem integrasi ini sehingga diperlukan bantuan dari beberapa pihak untuk melaksanakan sistem tersebut. Selain itu, lahan peternakan yang dimiliki petani masih terbatas sehingga tak jarang kambing-kambing tersebut dipelihara disekitar kebun dan dapat mengancam pertumbuhan tanaman padi milik petani.
  
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pertanian terpadu merupakan salah satu cara untuk menghasilkan produk organis dengan menerapkan konsep Sistem Integrasi tanaman pangan, perikanan, kehutanan, dan juga peternakan merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan produksi jagung atau tanaman pangan lainnya, daging, hasil ikan, dan juga hasil dari tanaman kehutanan dengan pendekatan Zero Waste.
4.2 Saran
Dalam makalah ini penulis memaparkan tentang  Peranan Pertanian Terpadu Sistem Integrasi antara pertanian, kehutanan, perikanan dan peternakan dalam Mendukung Pertanian Organik, dan dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pembaca tentang peranan pertanian terpadu.
 
DAFTAR PUSTAKA
Salikin, K.A, 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Sardjono, M.A, djogo, T., Arifin, H wijayanto, N. 2003. Pola kombinasi komponen agroforestri. World Agroforestry Centre ( ICRAF ) : Bogor
Suwono, M., M.A. Yusron dan F. Kasiyadi, 2004. Penggunaan Pupuk Organik dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak di Jawa Timur. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usaha tani Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
Triharso, 1992. Pembangunan Pertanian Berwawasan Lingkungan Yang Berkelanjutan. ISAAA 1992.

Cara budidaya jagung yang baik



















DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................ 1
           A.    Latar Belakang........................................................................................................ 1
           B.     Tujuan Praktikum.................................................................................................... 2
           C.     Kegunaan Praktikum............................................................................................... 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 4
           A.    Klasifikasi Jagung.................................................................................................... 4
BAB III : METODE PRAKTIKUM.................................................................................. 6
A.    Tempat dan Waktu............................................................................................ 6
B.     Alat dan Bahan.................................................................................................. 6
C.     Prosedur Praktikum........................................................................................... 6
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHSAN........................................................................... 7
                  A.    HASIL.................................................................................................................7
                  B.     PEMBAHASAN..................................................................................................7
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 10
                  A.    Kesimpulan.......................................................................................................10
                  B.     Saran.................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 11
LAMPRAN......................................................................................................................... 12

BAB I.  PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu. [1] Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung budidaya (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7.000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 kultivar jagung, baik yang terbentuk secara alami maupun dirakit melalui pemuliaan tanaman.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.
Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).

B.     Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini antara lain :
1.      Mengetahui cara yang baik untuk penanaman jagung
2.      Mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman mulai dari penanaman sampai pada pertumbuhan dalam tiap minggu.


C.    Kegunaan Praktikum
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah dapat memahami penanaman tanaman jagung yang baik dan benar serta cara pemberian pupuk dan perawatannya.

BAB II.  TINJAUAN PUSTAKA
A.    Klasifikasi jagung
Kingdom         : Plantae ( tumbuhan )
Divisio             : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )
Subdivisi         : Angiospermae ( berbiji tertutup )
Kelas               : Monocotiledon ( berkeping satu )
Ordo                : graminae ( rumput rumputan )
Famili              : graminaceae
Genus              : Zea
Spesies            : Zea mays L (Sepriliyana, 2010).
Jagung merupakan bagian dari sub sektor tanaman pangan yang memberikan andil bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong industry hilir yang kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi nasional cukup besar. Tanaman jagung juga merupakan salah satu komoditi strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras (Anonim, 2003) 
Peningkatan produksi jagung menunjukkan bahwa produksi jagung nasional rata-rata negatif dan cenderung menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang berarti kebutuhan terus meningkat. Pada kenyataannya total produksi dan kebutuhan nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kesenjangan yang terus melebar dan jika terus dibiarkan, konsekuensinya adalah peningkatan jumlah impor jagung yang semakin besar dan Negara kita semakin tergantung pada Negara asing (Frobel, 2013).
Rumput teki (Cyperus rotundus) yang digolongkan sebagai gulma pada tanaman jagung, juga mempunyai kemampuan menghasilkan allelokimia. Hambatan pertumbuhan akibat adanya allelokimia dalam peristiwa allelopati dapat menyebabkan hambatan pada pembelahan sel, pengambilan mineral, respirasi, penutupan stomata, dan sintesa protein. Pelepasan alelokimia oleh rumput teki akan meningkat pada kondisi yang ekstrim, sehingga pertahanan tumbuhan gulma pada kondisi yang kurang menguntungkan. Salah satu kondisi yang kurang menguntungkan tersebut adalah tanah salin (Rizka, 2012).
Tindak lanjut arah kebijakan pembangunan ekonomi di sektor pertanian tersebut adalah ditetapkannya Agropolitan sebagai progam unggulan pembangunan dengan kompetensi berbasis jagung. Dalam pelaksanaannya masih banyak kendala yang dihadapi baik oleh petani maupun oleh perencana  (pemerintah). Kaitannya dengan hal tersebut, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pertanian. (Nurdin, 2008).
Penggunaan jagung hibrida yang berproduksi tinggi meski secara ekonomis lebih menguntungkan bagi petani, namun dari sisi konservasi cukup mengancam keberadaan jagung varietas local yang merupakan sumber keragaman plasma nutfah local. Oleh karena itu pemanfaatan jagung hibrida pengembangan dari jagung local merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi kekurangan pasoan bahan pakan ternak yang terjadi saat ini. Hasil perakitan jagung hibrida yang berdaya hasil dan bernilai gizi tinggi pada kondisi input rendah sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas yang ada saat ini. Pemberian input rendah dapat mengurangi biaya produksi dan ramah lingkungan (Mubarakkan, 2012).

BAB III.  METODE PRAKTIKUM

A.    Tempat dan Waktu
Adapun tempat pelaksanaan prektikum ini ialah. Lahan pekarngan atau kebun percontohan dari bapak dosen pembimbing mata kuliah ini, di kelurahan gambesi, pada hari kamis tanggal 9 oktober 2014 .
B.     Alat dan Bahan
Adapun alat yang di gunakan dalam praktikum ini yaitu parang, cangkul, sekop, hiter, timbangan duduk, meteran, slang penyiraman tanaman, tugal, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang di gunakan dalam praktikum adalah benih jagung, pupuk NPK, dan Air.
C.    prosedur Praktikum
Adapun prosedur praktikum yang kami kerjakan di lapangan ialah sebagai berikut :
1.      menyiapkan alat dan bahan untuk membersihan lahan yang akan di gunakan.
2.      Pembersihan lahan dari rerumputan liar.
3.      Setelah pembersihan kami langsung melakukan pengolahan lahan dengan mencangkul dan membentuk bedengan sesuai ukuran panjang ± 8 m, lebar ±1 m, dan tinggi ±20 cm dalam tiap tiap bedengan.
4.      Setelah pembentukan bedengan kami membiarkan bedengan selama seminggu.
5.      Setelah bedengan di biarkan selama seminggu, langsung diadakan penanaman, sebelum penanaman benih tanaman jagung direndam selama ± 5 menit, sambil menyirami bedengan supaya mudah saat pembuatan lubang.
6.      Setelah itu di lakukannya penanaman dengan jarak tanam 25 cm x 30 cm, dengan jumlah benih dalam satu lubang 2 – 3 biji.
7.      Setelah penanaman dilakukannya penyiraman kembali.
8.      Setelah itu dilakukan perawatan dan penelitian tinggi dan jumlah daun seminggu sekali.
9.      Pemupukan dilakukan pada 2 minggu setelah tanam dengan menggunakan pupuk NPK.


BAB IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    HASIL
Hasil dari praktikum ini dinyatakan dalam bentuk tabel

            Tabel 1 : data tinggi tanaman sampel jagung dalam setiap minggu
Minggu / hari
Tanaman Sampel
K 1 (cm)
K 2 (cm)
K 3 (cm)
K 4 (cm)
Minggu ke-1
13.8
21.2
19.2
14.6
Minggu ke-2
30.1
40.9
32.3
23.1
Minggu ke-3
47.2
70.6
54.3
41.3
Minggu ke-4
65.2
92.2
82.5
60.7








            Tabel 2 : data jumlah daun tanaman sampel jagung dalam tiap minggu
Minggu / hari
Tanaman  Sampel
K 1 (cm)
K 2 (cm)
K 3 (cm)
K 4 (cm)
Minggu ke-1
3
4
4
3
Minggu ke-2
5
6
6
5
Minggu ke-3
7
9
9
7
Minggu ke-4
9
10
10
9







B.     PEMBAHASAN
Luas bedengan adalah panjang  8 m,  lebar 80 cm, dan tinggi bedengan 20 cm. Di dalam satu kelompok kami membagi setiap anggota kelompok untuk meneliti  4 tanaman yang di teliti oleh per-individu sehingga pembagian tanaman untuk penilitian secara inividul.
Berdasarkan data hasil di atas bahwa penilitian ini di lakukan hanya meneliti tinggi tanaman dan jumlah daun dalam tiap minggu mulai dari hari setelah tanam ( HST ), dengan jarak tanam 25 cm x 30 cm. Jarak tanam ini di pilih karena jarak tanam juga dapat mempengaruhi perebutan unsur hara bila terlalu saling berdekatan, dan dapat mempengaruhi populasi udara.
a.       Tinggi tanaman
Dari hasil data bahwa terdapat 4 tanaman yang di jadikan sampel untuk penilitian,  pada setiap tanaman di berikan simbol dengan angka K1, K2, K3, dan K4.
1.      Pada sampel K1menunjukan bahwa pengamatan pada minggu ke-1 tanaman memiliki tinggi 13,8 cm , pada minggu ke-2 dengan tinggi 30,1 cm, minggu ke-3 47,2  dan pada minggu ke- 4 tanaman memiliki ke tinggian 65,2 cm.
2.      Sampel K2 menunjukan pada minggu  ke-1  dengan ketinggian  21,2 cm, minggu ke-2 ketinggian  40,9 cm , minggu ke-3 ketinggian 70,6 cm, dan pada minggu ke-4 ketinggian tanaman 92,2 cm.
3.      Sampel K3 menunjukan pada minggu ke-1 tinggi tanaman 19,2 cm, minggu ke-2 tinggi tnaman 32,3 cm,  minggu ke-3 tinggi 54.3 cm, dan pada minggu ke-4 tinggi tanaman 82,5 cm.
4.      Sampel K4 menjukkan pada minggu ke-1 tinggi tanaman 14,6 cm, pada minggu ke-2 tinggi tanaman mencapai 23,1 cm, minggu ke-3 tinggi tanaman mencapai 41,3 cm, dan pada minggu ke-4 tanaman memiliki tinggi 60,7 cm.
Dari hasil di atas menyatakan bahwa tanaman pada K1 dalam setiap minggu tanaman ini memiliki penambahan ketinggian mencapai 16 cm – 18 cm. Namun pada sampel K2 menunjukan bahwa ketinggian dalam setiap minggu yaitu mulai dari 19 cm – 29 cm. Pada tanaman K3 menujukan bahwa tanaman mengalami ketinggi dalam seminggu adalah 17 cm – 28 cm. Sedangkan pada sampel K4 menujukan bawa ketinggian tanaman dalam seminggu adalah 14 cm – 19 cm. Hal ini menunjukan bahwa  tanaman dengan jenis yang sama maupun yang berbeda yang di tanami  dalam waktu penanaman yang sama dan saling berdekatan,  apalagi dalam satu lubang tanam  terdapat 2 bahkan 3 tanaman faktor ini dapat mempengaruhi tanaman seperti pada data tabel 1 di atas. Di karenakan  terjadinya perebutan cahaya matahari, air, dan unsur hara itu sendiri . Selain dari itu faktor yang lain adalah pada saat pemupukan yang tidak merata sehingga terjadinya persaingan kebutuhan unsur hara yng terkandung dalam pupuk tersebut. 
Hal ini seperti yang di jelaskan oleh (Kastono, 2005). Kompetisi dapat didefenisikan sebagai salah satu bentuk interaksi antar tumbuhan yang saling memperebutkan sumber daya alam yang tersedia terbatas pada lahan dan waktu sama yang menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan hasil salah satu jenis tumbuhan atau lebih. Sumber daya alam tersebut, contohnya air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh.
b.      Jumlah daun
Pada tabel 2 di atas menunjukan bahwa dalam setiap tanaman mulai dari sampel K1, K2, K3, dan K4. Penambahan jumlah daun dalm minggu ke-1 sampai pada minggu ke-4 penambahan jumlah daun semaiki bertambah. Dilihat dari keseluruhan tanaman sampel K1 sampai pada K4 , mulai dari minggu ke-1 sampai pada minggu ke-4 terjadinya penmbahan dalam setiap minggu mencapai 2 helai daun, namun ada perbedaan jumlah daun pada tanaman K1, K2, K3 dan K4, di mana tanaman K1 dan K4 memiliki jumlah daun yang sama pada minggu ke-1 sampai pada minggu ke-4, begitu pula pada tanaman sampel K2 dan K3 menunjukan jumlah daunnya pun sama mulai dari minggu ke-1 sampai pada minggu ke-4. 
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasa di atas dapat di simpulkan bahwa perbedaan pada tinggi tanaman jagung sesuai sampel K1, K2, K3 dan K4 di atas di pengaruhi oleh faktor pemberian pupuk yang tidak merata, dan telah terjadinya perebutan unsur hara antara tanaman, berupa cahaya mata hari, air, dan unsur hara itu sendiri, sihingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. 
Dan jumlah helai daun pada tanaman jagung berkaitan dengan tinggi tanaman jagung, semakin tinggi tanaman jagung maka semakin bertambah jumlah daun tanaman pula,
B.     Saran
Adapun saran untuk praktikum ini apabila kedepan adanya praktikum lagi, sebaiknya di lakukan dengan pemberian perlaukuan yang berbeda antara beberapa tanaman sampel yang akan di teliti, selain dari itu praktikum di lakukan dengan percobaan pada satu lubang tanam di beri satu tanaman saja. Kemudian satu lubang tanam lagi di beri dua tanaman, begitu dan seterusnya agar kita bisa mengetahui hasil yang lebih baik dalam penanaman jagung dan kita bisa mengetahui lebih jelas lag
DAFTAR PUSTAKA